Dahulu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dikenal dengan sebutan Bailuw yakni sebuah organisasi yang sangat erat dengan masyarakat karena fungsi utamanya untuk menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Seiring perkembangannya, Bailuw mengalami beberapa kali perubahan sesuai kondisi yang ada.

Polisi Pamong Praja pertama kali dibentuk di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nama Detasemen Polisi Penjaga Kapanewon. Namun demikian tidak sampai sebulan berdasarkan Perintah Jawatan Praja Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1948 tanggal 10 November 1948, nama Detasemen Polisi Penjaga Kapanewon dirubah menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja.

Seiring situasi dan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara pada saat itu, Pemerintah memandang perlu adanya antisipasi terhadap segala macam tantangan yang bermuara pada terancamnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Sehingga pada tanggal 3 Maret 1950, Menteri Dalam Negeri menetapkan Surat Keputusan Nomor UR 32/2/21 tentang Perubahan Nama Detasemen Polisi Pamong Praja Menjadi Satuan Polisi Pamong Praja. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut peringatan Hari Ulang Tahun Satuan Polisi Pamong Praja diperingati setiap tanggal 3 Maret.

Pada Tahun 1960, dimulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura, dengan dukungan para petinggi militer/Angkatan Perang. Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya untuk membedakan dari korps Kepolisian Negara seperti dimaksud dalam UU No 13/1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian.

Tahun 1963 berubah nama lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja. Istilah Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satpol PP merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi.

Pasca reformasi, keberadaan Satpol PP diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 148 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan Perda, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi.

Saat ini, ketentuan mengenai pembentukan dan keberadaan Satpol PP termaktub dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dari amanah Undang-Undang tersebut, keberadaan Satpol PP untuk melaksanakan tugas wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar bidang ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.

Pasal 255 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat. Dari ketentuan terakhir ini, jelas bahwa keberadaan dan kedudukan dalam pembentukan Satpol PP adalah untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Perda dan Perkada, menjaga ketentraman dan ketertiban umum, serta perlindungan masyarakat.